Kudus, KabarPAUD – Sebanyak 132
guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Kabupaten Kudus mengikuti seminar ‘’Deteksi
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)’’ yang
diselenggarakan Kajian Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Fakultas Psikologi
Universitas Muria Kudus (UMK) di ruang seminar lantai IV Gedung Rektorat, Kamis
(7/5/2015).
Hadir
sebagai narasumber dalam seminar kali ini, Trubus Raharjo S.Psi. M.Si., Dekan
Fakultas Psikologi UMK. Dalam paparannya dia menyampaikan, bahwa belajar
merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia
melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu, sehingga tingkah lakunya
berkembang.
‘’Tetapi
dalam kenyataan, ada hal yang menjadi gangguan sehingga menyebabkan kesulitan
dalam belajar, seperti sindrom psikologis berupa ketidakmampuan belajar
(leraning disability),’’ katanya.
Dalam
seminar yang didukung Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia DIni
Indonesia (Himpaudi) Kabupaten Kudus ini, Trubus menambahkan, ada banyak faktor
yang memengaruhi kesulitan anak belajar.
‘’Beberapa
faktor itu antara lain kogbitif (intelektualitas), afektif (emosi),
psikomotorik (kemampuan alat indera dan fisik), lingkungan keluarga, dan juga
lembaga pendidikan atau sekolah,’’ ujarnya.
Tetapi
yang tak kalah sulit mendampingi anak
belajar, adalah mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus dan yang mengalami
gangguan perkembangan. ‘’Di setiap sekolah, dalam berbagai jenis dan tingkatan,
pasti memiliki anak yang kesulitan belajar,’’ tuturnya.
Mengenai
ABK ini, sang dekan menyebut ada beberapa macam. Yakni tuna grahita (down
syndrom), disleksia (gangguan belajar pada anak karena ketidakmampuan membaca),
disgrafia (gangguan karena ketidakmampuan menulis), diskalkulia (kesulitan
menghitung angka), attention deficit disorder/A-hyperaktivity-D atau
ADD-ADHDslow learner (lambat belajar), dan autisme.
Namun
Trubus meyakinkan, betapapun anak memiliki kesulitan dalam belajar, pasti bisa
diatasi (ada solusi). ‘’Tidak benar jika ada yang mengatakan, kesulitan anak
didik disebabkan rendahnya kemampuan inteligensi. Banyak anak yang memiliki inteligensi
tinggi, tetapi hasil belajarnya rendah, dan sebaliknya,’’ ungkapnya. (ANQ)